Kehadiran J.Co Donuts & Coffee memang fenomenal. Sejak dibuka pertama kali di Jakarta pada 26 Juli 2005, hingga kini gerai kedai donat dan kopi buatan lokal itu tak pernah sepi pengunjung. Bahkan J.Co menjadi trend-setter di bisnis resto donat di Indonesia, serta gerainya terus beranak pinak di dalam dan luar negeri. Saat ini, total gerai J.Co berjumlah 34 di Indonesia, dua di Malaysia dan satu di Singapura.
Kesuksesan bisnis J.Co, tentu saja, tak bisa dipisahkan dari inovasi produk, kualitas dan strategi pemasaran yang jitu. Selama ini, donat terkesan sebagai makanan yang agak berat dan tradisional. Maka, J.Co berusaha mendobrak pasar dengan membuat donat sebagai bagian dari gaya hidup. Kudapan itu bisa dimakan kapan saja dan di mana saja. Dari ukuran dan bentuknya J.Co bisa dimakan sebagai pengantar makan besar, menjelang makan siang, setelah makan siang atau camilan di sore hari. Varian rasa dan bentuknya pun mendobrak pasar. Ada Ala Capone untuk donat yang ditaburi kenari; Cheese Me Up (dilumuri keju cair); Why Nut, Candy Cane, Mango Blane, dan lainnya. Pendeknya, lebih dari 20 varian rasa ditawarkan. Jika ada makanan atau minuman yang hanya disukai 30% konsumen, menu itu akan terlempar dan diganti varian baru. Seleksi itu dilakukan saban tiga bulan.
Standar produknya pun dijaga untuk pasar premium. Hampir 50% bahan baku J.Co diimpor. Umpamanya: cokelat diimpor dari Belgia; susu dan keju dari Selandia Baru; biji kopi langsung di-roasted di Italia dan Kosta Rika yang dipadukan dengan kopi Indonesia; kacang kenari dari Kalifornia; teh hijau dari Jepang; dan corn flakes didatangkan dari Amerika Serikat.
Bagaimana dengan tampilan gerainya? J.Co membuat terobosan dengan konsep open kitchen yang sebelumnya ditabukan oleh pengelola bisnis resto karena takut ketahuan rahasia dapurnya. Sementara itu, suasana dan desain resto dibuat bergaya minimalis, modern, cozy yang dilengkapi fasilitas CBN hot spot.
“Itu semua saya create untuk menyerbu asing,” ujar Johnny Andrean, pemilik J.Co Donuts & Coffee, yang tak gentar berhadapan dengan donat merek asing seperti Dunkin' Donuts dan Krispy Kreme.
Secara garis besar, tim pemasaran J.Co telah melakukan 6 hal untuk mengepakkan sayap bisnisnya, yakni: pengembangan produk yang inovatif; menata interior gerai sangat artistik dan life style; menambah fasilitas Wi-Fi; gencar melakukan promosi below the line dan aktivitas corporate social responsibility; co-branding; serta program kerja sama dengan media.
Menurut Johnny, strategi pemasaran J.Co sejak awal memang berbeda dibanding donat kebanyakan, karena diposisikan sebagai produk gaya hidup, dan membidik segmen menengah-atas dengan gaya hidup dinamis, muda, plus modern. Asal tahu saja, karakter segmentasi J.Co sengaja menyasar anak muda yang baru mulai kerja dan memiliki tingkat konsumsi tinggi, serta mencari gaya hidup dengan rentang usia 22-27 tahun (segmentasi minuman), dan usia 20-35 tahun (segmentasi makanan). Contoh di gerai J.Co Donuts & Coffee Lippo Karawaci, lebih banyak dikunjungi oleh anak-anak sekolah dan ekspatriat. Sementara gerai J.Co Donuts & Coffee di Pakuwon (Surabaya) dan Ciwalk (Bandung) lebih diramaikan oleh kunjungan para ibu muda dan remaja. Strategi promosi J.Co lebih menekankan pada promosi below the line dan public relations. “Kami jarang bermain above the line,” kata Johnny.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar